Wikipedia

Search results

Translate

1 February 2016

Askep OTITIS MEDIA



Pengertian
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
Otitis Media Akut
Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)
Otitis Media Kronik
Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi.
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.
Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.

Etiologi
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.

Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan negative di telinga tengah. Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan telinga tengah dan kemungkinan refluks sekresi esophagus ke daerah ini yang secara normal bersifat steril. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi membran tymphani. Eksudat purulen biasanya ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.

Manifestasi Klinis
Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
Demam
Anoreksia
Limfadenopati servikal anterior
Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.

Pemeriksaan Diagnostik
1.Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2.Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
3.Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).

Penatalaksanaan Medis
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi ( e.g : dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status fisik klien
Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama adalah Amoksisilin; pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan organismenya resisten terhadap amoksisilin – adalah amoksisilin dengan klavulanat (Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau trimetoprin sulfametoksazol. Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin dan sulfonamide atau trimetoprim – sulfa.
Untuk otitis media serosa ( otitis media dengan efusi ), terapi yang umum dilakukan adalah menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh sendiri dalam 2 bulan.
Untuk otitis media serosa yang persisten, dianjurkan untuk melakukan miringotomi. Miringotomi adalah prosedur bedah dengan memasukkan selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane timpani. Hal ini memungkinkan ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative dan memungkinkan drainase cairan. Selang itu umumnya lepas sendiri setelah 6 sampai 12 bulan. Kemungkinan komplikasinya adala atrofi membrane timpani, timpanosklerosis (parut pada membrane timpani), perforasi kronik, dan kolesteatoma.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN OTITIS MEDIA

Pengkajian
Kaji adanya perilaku nyeri verbal dan non verbal
Kaji adanya peningkatan suhu (indikasi adanya proses infeksi)
Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
Kaji status nutrisi dan keadekuatan asupan cairan berkalori
Kaji kemungkinan tuli.

Diagnosa Keperawatan
Nyeri R/t Inflamasi pada jaringan telinga tengah
Perubahan Sensori – Persepsi ; Auditorius R/t Gangguan penghantaran bunyi pada organ pendengaran
Gangguan Body Image R/t paralysis nervus fasialis ; facial palsy
Ancietas R/t Prosedur pembedahan ; Miringopalsty / mastoidektomi

Intervensi Keperawatan
Nyeri R/t proses inflamasi pada jaringan telinga tengah
Tujuan : Penurunan rasa nyeri
Intervensi :
Kaji tingkat intensitas klien & mekanisme koping klien
Berikan analgetik sesuai indikasi
Alihkan perhatian klien dengan menggunakan teknik – teknik relaksasi : distraksi, imajinasi terbimbing, touching, dll

perubahan sensori – persepsi ; Auditorius R/t Gangguan penghantaran bunyi pada organ pendengaran.
Tujuan : memperbaiki komunikasi
Intervensi :
mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien
Memandang klien ketika sedang berbicara
Berbicara jelas dan tegas pada klien tanpa perlu berteriak
Memberikan pencahayaan yang memadai bila klien bergantung pada gerab bibir
Menggunakan tanda – tanda nonverbal ( mis. Ekspresi wajah, menunjuk, atau gerakan tubuh ) dan bentuk komunikasi lainnya.
Instruksikan kepada keluarga atau orang terdekat klien tentang bagaimana teknik komunikasi yang efektif sehingga mereka dapat saling berinteraksi dengan klien
Bila klien menginginkan dapat digunakan alat bantu pendengaran.

Gangguan Body Image R/t paralysis nervus fasialis
Kaji tingkat kecemasan dan mekanisme koping klien terlebih dahulu
Beritahukan pada klien kemungkinan terjadinya fasial palsy akibat tindak lanjut dari penyakit tersebut
Informasikan bahwa keadaan ini biasanya hanya bersifat sementara dan akan hilang dengan pengobatan yang teratur dan rutin.

Ancietas R/t prosedur pembedahan ; miringoplasty / mastoidektomi.
Kaji tingkat kecemasan klien dan anjurkan klien untuk mengungkapkan kecemasan serta keprihatinannya mengenai pembedahan.
Informasi mengenai pembedahan dan lingkungan ruang operasi penting untuk diketahui klien sebelum pembedahan
Mendiskusikan harapan pasca operatif dapat membantu mengurangi ansietas mengenai hal – hal yang tidak diketahui klien.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L., Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi 3, Jakarta, EGC, 2002

Dudley, H.A.F., Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1992.

Ludman, Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit THT, Jakarta, Hipokrates, 1996

Smeltzer, Suzanne C., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Jakarta, EGC, 2001.




OTITIS MEDIA AKUT


A. Pengertian

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).

Yang paling sering terlihat ialah :

1. Otitis media viral akut

2. Otitis media bakterial akut

3. Otitis media nekrotik akut

B. Etiologi

Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa.

C. Patofisiologi

Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.

Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.

2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab.

E. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Data yang muncul saat pengkajian:

a. Sakit telinga/nyeri

b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga

c. Tinitus

d. Perasaan penuh pada telinga

e. Suara bergema dari suara sendiri

f. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan

g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga

h. Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga

i. Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)

j. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam

k. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat

l. Reflek kejut

m. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras

n. Tipe warna 2 jumlah cairan

o. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning

p. Alergi

q. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram

r. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi

2. Fokus Intervensi

1) Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang

Intervensi:

(a) Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.

(b) Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri.

(c) Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema)

(d) Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik

Evaluasi: nyeri hilang atau berkurang

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan
Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi

Intervensi:

(a) Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk mengantisipasi perluasan lebih lanjut.

(b) Jaga kebersihan pada daerah liang telinga ; untuk mengurangi pertumbuhan mikroorganisme

(c) Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk menghindari transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah.

(d) Kolaborasi pemberian antibiotik

Evaluasi: infeksi tidak terjadi

3) Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori
Tujuan : tidak terjadi injury atau perlukaan

Intervensi:

(a) Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ; meminimalkan anak agar tidak jatuh

(b) Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak jatuh.

(c) Jaga anak saat beraktivitas ; meminimalkan agar anak tidak jatuh

(d) Tempatkan perabot teratur ; meminimalkan agar anak tidak terluka

Evaluasi : anak terhindar dari injury/perlukaan


OTITIS MEDIA PERFORATA


A. Pengertian

Otitis media perforata (OMP) atau otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau kental, bening atau bernanah.(Kapita selekta kedokteran, 1999)

B. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain:

1. Gangguan fungsi tuba eustacius yang kronis akibat:

a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis dan berulang

b. Obstruksi anatomik tuba eustacius parsial atau total

2. Perforasi membran timpani yang menetap.

3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah.

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulai atau timpano-sklerosis.

5. Terdapat daerah-daerah osteomielitis persisten di mastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

C. Patofisiologi

Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan daripada menetap. Keadaan kronis lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan karena proses peradangan yang menetap atau kambuhan ini ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.

OMP terutama pada masa anak-anak akan terjadi otitis media nekrotikans dapat menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu gendang telinga tetap berlubang atau sembuh dengan membran atropi kemudian kolps ke dalam telinga tengah memberi gambaran optitis media atelektasis.

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Audiometrik untuk mengetahui tuli konduktif

2. Foto rontgent untuk mengetahui patologi mastoid

3. Otoskop untuk melihat perforasi membran timpani

E. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Kaji riwayat infeksi telinga dan pengobatan

b. Kaji drainage telinga, keutuhan membran timpani

c. Kaji penurunan / tuli pendengaran

d. Kaji daerah mastoid

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan proses infeksi efek pembedahan.

b. Resiko penyebaran infeksi berhubungen dengan komplikasi proses pembedahan / penyakit.

c. Gangguan persepsi sensori auditory berhubungan dengan proses penyakit dan efek pembedahan.

3. Intervensi Keperawatan

a. Meningkatkan kenyamanan

1) Berikan tindakan untuk mengurangi nyeri

§ Beri analgetik

§ Lakukan kompres dingin pada area

§ Atur posisi nyaman

2) Beri sedatif secara hati-hati agar dapat istirahat (kolaborasi)

b. Pencegahan penyebaran infeksi

1) Mengganti balutan pada daerah luka

2) Observasi tanda-tanda vital

3) Beri antibiotik yang disarankan tim medis

4) Awasi terjadinya infeksi

c. Monitor perubahan sensori

1) Catat status pendengaran

2) Kaji pasien yang mengalami vertigo setelah operasi

3) Awasi keadaan yang dapat menyebabkan injury nervus facial

3. Evaluasi

a. Tak ada infeksi lokal atau CNS

b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang

c. Dapat mendengar dengan jelas tanpa atau menggunakan alat bantu pendengaran





DAFTAR PUSTAKA

1. Donna L. Wong, L.F. Whaley, Nursing Care of Infants and Children, Mosby Year Book.

2. Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III, FKUI,1997.


3. Wong Whaley, Clinical Manual of Pediatric Nursing, Mosby Year Book
















Askep CA Oesofagus



ASKEP CA OESOFAGUS


A. Definisi.

Kanker oesofagus merupakan keganasan yang terjadi pada oesofagus. Keganasan yang paling sering menyerang adalah jenis karsinoma epidermoid. Sedangkan jenis lainnya leomiosarkoma, fibrosarkoma, atau melanoma malignum tapi sangat jarang terjadi.


B. Etiologi

Timbulnya karsinoma esofagus dihubungkan dengan faktor diit. Minum alkohol, dan merokok. Diduga juga berhubungan dengan penyakit sebelumnya. Esofagitis menahun karena rangsangan ahan kimia dan akalasia merupakan faktor resiko tinggi.


C. Patofisiologi dan Manifestasi Klinik

Biasanya pasien mengalami lesi ulserasi esofagus yng luas sebelum gejala timbul. Malignasi, biasanya sel squamosa tipe epidermoid, menyebar dibawah mukosa esofagus , atau dapat menyebar langsung kedalamnya, melalui dan diatas lapisan otot ke limfatik. Pada tahap lanjut, obstruksi esofagus terliat, dengan kemungkinan peforasi mediastinum dan erosi pembuluh darah besar.

Bila gejala terjadi yang berhubungan dengan kanker esofagus penyakit ini secara umum meluas. Gejala termasuik disfagia, pada awalnya dengan makanan padat dan akhirnya edngan cairan; perasaan ada massa ditenggorokan; nyeri saat menelan; nyeri substernal atau rasa penuh; dan kemudian regurgutasi makanan yang tidak dicerna disertai bau nafas busuk dan cegukan

Pasien pada awalnya hanya makanan padat yng menyebabkan distres, tetapi dengan berkembangnya penyakit dan obsrtuksi cairan tidak adapat masuk ke lambung. Regurgitasi makanan dan saliva terjadi hemoragi dapt terjadi dan penurunan progresif berat badan dan kekuatan terjdi sebagai akibat kelaparan. Gejala selanjutnya mencakup nyeri substernal, cegukan, kesulitan bernfas dn bau nafas busuk


E. Pemeriksaan Penunjang.

Diagnostik dipastikan dengan esofagogastroduodenosopi (EGD) dengan biopsi dan sikatan. Bronkoskopi biasanya dilakukan pada tumor dengan sepertiga tengah dan atas esofagus, untuk menentukan apakah trakea telah terkena dan untuk membentu dalam menentukan apakah lesi dapat diangkat. Mediastenosskopi digunakan untuk menentukan apakah kanker tellah menyebar ke nodus dan struktur mediastinal lain. Kanker esofagus ujung bawah mungkin berhubungan dengan adenokarsinoma lambung yng meluas ke atas esofagus.


F. Penanganan

Bila kanker tersebut ditemukan pada tahap awal, sasaran pengobaan dapat diarahkan pada pengobatan; namun, kanker sering ditemukan pada tahap akhir, yang membuat paliasi merupakan satu-satunya tujuan yang harus diterima. Pengobatan dapat mencakup pembedahan

Standar penetalaksanaan bedah mencakup reseksi total esofagus dengan pengangkata tumor dan margin luas bebas-tumor dan esofagus dan nodus limfa area. Tumor esofagus torakal bawah lebih mungkin dilakukan pembedahan daripada dilkalisasikan lebih tinggi pada esofagus, dan integritas saluran GI dipertahankandengan menanam esofagus bawah ke dalam lambung.

Reseksi bedah esofagus mempinyai angka mortalitas relatif tingiakibat infeksi, komplikasi paru, dan kebocoran melalui anastomisis. Pada pasca operasi pasien akan dipasang selanbg nasogastrik yang tidak boleh dimanipulasi. Pasien dipertahankan puasa sampai pemeriksan sinar X memastikan bahwa anastomisis aman dan tidak bocor.

Penggunaan terapi radiasi baik sendiri maupun ada hubunganya dengan bedah praoperasi dan pasca operasi, mungkin merupkan pilihan pengobatan. Pengunaan kemoterapi dikombinasi edngan radiasi atau pembedahan juga sedang diteliti. Pengobatan paliatif mungkin perlu mempertahankan sofagus tetap terbuka dan untuk membantu memberi nutrisi dan mengontrol saliva. Paliasi dapat diselesaikan dengandilatasi esofagus , terapi laser, penempatan endoprotesis, radiasi dan kemoterapi. Kaerna metode ideal pengobatan kanker esofagus belum ditemukan, setiap pasien diobati dengan mengunakan rencan operawatan individual.


II. MASALAH KEPERAWATAN DAN KOLABORASI

1. Masalah Keperawatan

a. Ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang.

b. Nyeri akut b.d agen injuri (faktro fisik).

c. Kerusakan kemampuan menelan b.d penyumbatn mekanis (tumor)

d. Defisit pengetahuan b.d sedikitnya terpapar informasi mengenai kanker oesofagus.

2. Masalah Kolaborasi

a. PK: perdarahan


III. PERENCANAAN KEPERAWATAN

1. Diagnosa no 1

Ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang.“

a. Tujuan

Setelah dilakukan keperawatan selama 15 hari maka masalah keurangan nutrisi dapat diatasi

b. Kriteria Hasil

NOC:

o Perawat mampe meningkatkan status nutrisi pasiern

o Perawat mampu mengontrol BB pasien.

Client Outcome

o Pasien mengalami peningkatan BB menuju berat yang diharapkan

o BB pasien berada dalam rentang normal

o Mengenal faktor-faktor yang mnyebabkan BB dibawah normal.

o Pasien mampu mengkonsumsi nutrisi yang adekuat

o Pasien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.

o Pasien terebas dari tanda-tanda malnutrisi.

c. Intervensi dan rasionalisasi (N!C)
No      
Intervensi       
Rasionalisasi

           
Manajemen Nutrisi

1         
tanyakan kepada klien apakah ia memiliki riwayat elergi terhadap makanan
untuk menentukan nutrisi yng tepat untuk pasien

2         
beri dukungan kepada pasien untuk mendapatkan intake kaolri yang adekuat sesua dengan tipe tubuh dan pola aktivitasnya.   
agar terjdi keseimbangan antara kebituhan kalori edngan pemasukan kalori

3         
beri pasien makanan yang mengandung tinggi protein, tinggi kalori.
untuk meningkatkan BB pasien kearah normal

4         
monitor catatan intake intake kandungan nutrisi pada makanan       
mengukur apakah asien kebutuhan nutrisinya terpenuhi atau tidak.

           
Manajemen Gangguan Makan

1         
Tentukan kemajuan BB harian yang diharapkan bersama klien.       
dapat menilai keberhasilan dari peningkatan BB.

2         
monitor masukan kalori perharinya    
untuk memastikan apakah pasie mengkonsumsi cukup kalori

3         
monitor pasien berkitan dengan makan, penurunan berat badan, dan kenaikan BB.
untuk menentukan efektivitas dan keberhasilan terapi yang digunakan.

4         
anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitasnya sehinga bisa mendukung program kenaikan BB.   
kalori yang tersimpan bisa diubah sebagai cadangan dalam bentuk peningkatan masa otot.



2. Diagnosa no 2

Nyeri akut b.d agen injuri (faktro fisik).

a. Tujuan

Setelah dilakukan keperawatan selama 15 hari maka masalah nyeri akut dapat diatasi

b. Kriteria Hasil

NOC:

o Perawat mampu menurunkan tingkat nyeri, meningkatkan tingkat kenyamanan, dan mngontrol nyeri.

Client Outcome

o Pasien mampu menggunakan sekala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri saat ini dan menentukan tingkat kenyamanan yang diinginkan.

o Pasien mampu menerangkan bagaimana nyeri yang tidak terukur dapat diatasi.

o Pasien mampu menampilkan ktivitas pemulihan dengan dilaporkannya penerimaan terhadap tingkat nyeri.

o Pasien berada dalam kecukupan mengenai istirahat dan tidurnya

o Pasien mampu mendemonsrasikan menejemen nyeri non farmakologi

c. Intervensi dan rasionalisasi (N!C)
No      
Intervensi       
Rasionalisasi

1         
tentukan apakah pneyrinya itu saat pengkajian atau tidak . jika ia bantu pasien untukemnurunkkan nyerinya tersebut.           
intensitas, onset, durasi, dan peningkatan nyeri hendaknya dikaji untukmedpatkan data yang esensial..

2         
tnyakan kepada klien mengenai pengalaman nyeri yang pernah ia alami dan metode yang digunakan untuk menurunkanya.           
beberapa faktor penhambat dapat menghilangkan ekinginan klien untuk melaporkan neyri dan mengunakan obat analgesik.

3         
mintalah kepada klien untuk melaporkn lokasi, intensitas dengan mengunakan skala nyeri, dan kualitas nyeri.      
intensitas, lokasi dan kalitas nyeri hendaknya dilaporkan setelah prosedur tindakan untuk mengetahui keberhasilan treatmen

4.        
eksplor kebutuhan p[asien dengan obat anlgesik opioid dan non-opioid.     
intervensi pharmakologi merupakan alat utama sebagai penurun nyeri.

5         
ajari pasien metode nonfharmakologi untuk menurunkan nyeri klien           
digunakaan untuk sebagai suplemen dari metode phmakologik.

6.        
anjurjkan pasien untuk menggunakan obat analgesik sesua dengan yang dianjurkan.          
mencegah terjadinya penyalahgunaanobat



Diagnosa no 3

Kerusakan kemampuan menelan b.d penyumbatan mekanis (tumor)


a. Tujuan

Setelah dilakukan keperawatan selama 10 hari maka masalah ketidakmampuan menelan dapat teratasi

b. Kriteria Hasil

NOC:

o Perawat mampu meningkatkan kemempuan menelan pasien.

Client Outcome

o Pasien mampu mendemonstrasikan proses menelan yang efektive tanpa batuk atau tersedak.

o Pasien terbebas dari bahya aspirasi

c. Intervensi dan rasionalisasi (N!C)
No      
Intervensi       
Rasionalisasi

1         
pastikan kesiapan pasien untuk makan. Pasien perlu diawasi , kemampuan mengikuti instruksi, mempertahankan posisi kepala dalam keadaan tegak, dan mampu menggerakan lidah dalam mulutnya.        
jika salah satu dari faktro-faktor tersebut tidak ditemukan, maka bisa dipertumangkan untuk menghentikan pemberian makanan peroral dan menggunakan makanan enteral untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien

2         
kaji kemampuan klien untuk menelan dengan memposisikan jenmpol dan telunjuk pemeriksa pada laringelal proturberance. Minta klien untuk menelan rasakan kenaikan larink, minta klien untuk batuk, test refleks gag pada kedua sisi belakang pharingeal.          
secara normal waktu yang dibutuhkan bagi bolus untuk untuk berpindah dari tempat dimana refleks dipicu ke pintu esopfhagea adalah 1 detikl Klien dengan kecelakaan kardiovaskular dengan waktu transit(proses menelan) yang lebih lama.mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berkembang ke arah pneumonia aspiration. Pasien bisa tersedak bahkan ketika masih mempuinyai gag refleks.

3         
observasi tanda-tanda yang berhubunagn dengan proses menelan (batuk, cegukan, kesulitan menahan air liur, penurunan kemampuan untuk mengerakan lidah, bicara yang pelan )           
semuanya merupakan tanda-tanda kerusakan kemampuan menelan

4.        
jika klien mempunyai gangguan menelan, jangan memberikan makanan sampai diagnosa yang sesuai ditegakan. Pastikan makanan yang sesuai dengan berkonsultasi dengan dokter untuk pemberian makanan enteral, kebanyakan dengan menggunakan PEG tube.      
makanan bagi pasien yang tidak bisa menelan dengan sempurn, dapat menyebabkan aspirasi dan kemungkinan kematian. Makanan enteal lewat PEG tube pada umumnya sering digunakan sebab berdasarkan penelitan pasien dengan PEG tube mandpatkan peningkatan status gizi dan nutrisidan memungkinkan peningkatan kemampuan hidup.

5         
hindari pemberian makana cairan sampi paien mampu menelan secara efektiv. Tambahkan pengental cairan seperti madu, atau puding     
penggunaan pengenatal dapat meningkatkan hidrasi dannn nutrisi

6.        
berikan latihan menelan sesuai dengan yang diresepkan oleh team disfagia. (menyentuh langit-langit dengan lidah, merangsang lengkung tonsil, dan langit-langit lunak denagn logam dingin cermin pemeriksan (rangsangan suhu), latihan gerakanm mulut.

           
latihan menelan dapat meningkatkan kemampuan untuk menelan.

7         
sediakan makanan dalam kondisi tenang jauh dari rangsangan berlebihan, dekat dengan ruang makan yang ribut.
lingkungan yang ramai dapat menurunkan mengunyah dan menelan.

8         
pastikn bahwa klien memiliki waktu yang cukup untuk makan        
pasien dengan gangguan menelan membutuhkan waktu 2-4 kali lebih lama dibanduing waktu makan orang normal.

9         
Cek rongga mulut untuk memastikan pengosongan setelah klien menyelesaikan makanan. Berikan perawatan mulut . jika perlu ambil sisa makanan yang terdapat dalam mulut.    
sisa makanan yang terselip dalam menyebabkan stomatitis, pembusikan gigi, kemungkinan aspirasi lebih lanjut.

10       
jaga posisi tegak lurus 30-45 derajat. 
posisi tegak lurus mempertahankan makanan tetap didalam lambung sampai kosonng mencegah terjadinya refluks dan aspiras.

11       
awasi tanda-tanda aspirasi dan pneumonia. Auskultasi suara par setelah makan. Catat suara krakles atau wheezing dan peningkatan suhu.           
tanda-tanda tersebut menunjukan terjadinya pneumonia.



4. Diagnosa no 4

Defisit pengetahuan b.d sedikitnya terpapar informasi mengenai kanker

oesofagus

a. Tujuan

Setelah dilakukan keperawatan selama 1 X 8 jam maka masalah defisit pengetahuan klien dapat diatasi.

b. Kriteria Hasil

NOC:

o Perawat mampu memahamkan kepada pasien mengenai proses penyakit

o Perawat mampu memahamkan prosedur pengobatan terhadap penyakitnya.

Client Outcome

o Pasien mampu menjelaskan kondisi penyakitnya, mengenali kbutuhan medikasi, dan mengerti pengobatanya..

o Pasien mampu menerapkan cara-cara hidup sehat dengan gaya hidupnya.

o Mendata sumber informasi dapat digunakan untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan dukungan setelah perpisahan.

c. Intervensi dan rasionalisasi (N!C)
No      
Intervensi       
Rasionalisasi

           
Teaching Disease

1         
kaji tingkat pengetahuan pasien berhubuangan dengan penyakit spesifknya
untuk menentukan materi apa yang cocok buat pasien

2         
jelaskan tanda dan gejala yang diderita pasien          
pasien lebih waspad jika mengalami hal-hal tersebut

3         
jelaskan etiologi penyakit pasien        
agar pasien bisa melakukan tindakan dalam rangka pencegahan penyakitnya

4         
diskusikan tentang gaya hidup agar tdak terjadi komplikasi pada saat yang akan datang.   
banyak penyakit yang kammbuh atau bertambh buruk dengan gaya hidup yang salah.

           
Teaching Individual

1         
tentukan kebutuhan klien untuk belajar         
minat seseorang sangat mempengaruhi hasil pembelajaran seseorang

2         
kaji tingkat pendidikan pasien           
masing-masing tingkat pendidikan memiiki cara yang unik dalam emmahami sesuatu.

3         
kaji faktor penghambat dalam belajar
setiap individu memiliki keunikan tersensiri daalm mempelajari sesuatu sehingga faktor penghambatnyapun berbeda-beda.

4         
libatkan klien dalam menentukan tujuan dari pembelajaranya          
pasien akan lebih patuh dalam melakasanakanhasil pembelajaranya.

5         
gunakan media gambar dalamm enerangkan suatu proses     
visualsasi sebuah proses akan lebih berbkas hasilnya.



Daftar Pustaka:

a. Jong at al, 1977, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

b. Joanne et al, Nursinbg Intervention Calsification, Mosby, USA

c. Swearingen. 2001. keperawatn Medikal Bedah. EGC. Jakarta

d. Nanda. 2004. Nursing Diagnosis A Guide to Planning Care. Down load from www.Us.Elsevierhealth.

Ditulis dalam Askep | yang berkaitan: Sistem Pencernaan | Leave a Comment »
Askep Tonsilrinosinusitis

Ditulis oleh hidayat2 di/pada Mei 4, 2009

ASKEP TONSILRINOSINUSITIS

A. Definisi

Sinusitis adalah radang sinus paranasal.

Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa.

Tonsilitis adalah radang pada tonsil. Biasanya menyerang anak 2-5 tahub penularan melalui udara, benda atau makanan yang terkontaminasi.

B. Etiologi

Sinusitis akut karena infeksi traktus respiratorius atas, terutama infeksi virus atau eksaserbasi rinitis alergika. Kongesti nasal yang disebabkan inflamasi, edema, dan transudasi cairan, menyebabkan obstruksi rongga sinus. Kondisi ini memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Organisme bakteri bertanggung jawab terhadap lebih besar 60 % kasus sinusitis adalah Streptococcus pneumoniaea, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus.

Sinusitis Kronis disebakan oleh obstruksi hidung kronik akibat rabas dan edema membran mukosa hidung.

Rinitis dikelompokkan sebagi rinitis alergik dan non alergik. Rinitis non-alergik disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rinitis viral (common cold) dan rinitis nasal dan bacterial, masuknya benda asing kedalam hidung: deformitas structural, neoplasma, dan massa; penggunaan kronik dekongestan nasal; penggunaan kontrasepsi oral, kokain, dan antihipertensi.

Rinosinusitis akut disebabkan oleh bakteri, virus dan jarang jamur.

Tonsilitis disebabkan oleh Corynebacterium diphteriase.

C. Tanda dan Gejala

1. Nyeri tekan daerah sinus saat dipalpasi.

2. Suhu subfebril

3. Nyeri tenggorok

4. Nyeri kepala

5. Tidak nafsu makan

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen

2. Kultur

Kultur tenggorok mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi organisme yang bertanggung jawab terjadinya faringitis dan adanya infeksi saluran pernafasan bawah.

3. Biopsi

Dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari faring, laring dan saluran hidung.

4. Pemeriksaan Pencitraan

Pemeriksaan pencitraan termasuk rontgen jaringan lunak dan MRI dilakukan untuk menentukan keluasan infeksi dalam sinusitis.

E. Penanganan

1. Bedah intranasal untuk sinusitis frontal kronik

2. Operasi Caldwell Luc : operasi untuk sinusitis maksilaris.

3. Pembedahan : Eksisi, Kauterisasi polip.

4. Mengurangi nyeri

5. Antibiotik
F. Komplikasi

1. Sepsis

2. Abses peritonsilar

3. Otitis media

4. Meningits

5. Abses otak

6. Osteomielitis

G. Diagnosa Keperawatan utama dapat mencakup:

1. Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi

2. Nyeri yang berhubungan agen injury : fisik

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan iritasi jalan nafas atas sekunder akibat infeksi

4. Defisit volume cairan berhungan dengan peningkatan kehilangan cairan sekunder akibat diaforesis yang berkaitan dengan demam

5. Defisit pengetahuan mengenai pencegahan infeksi pernafasan atas, regimen pengobatan, prosedur khusus, atau perawatan pascaoperasi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 1997. Keperawatan Medikal Bedah Volume I. EGC. Jakarta

Doenges, Marilyn. E, 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa I Made Kariasa. EGC. Jakarta

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid Pertama. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta


North American Nursing Diagnosis Assosiation. 2001. Nursing Diagnosis: Deffinition and Clasification, the assosiation. Philadelphia

Silvya . 1995. Patofisiologi. EGC. Jakarta

www. nicnoc@ Harcourt.com.2000. Nursing Intervention Classification and Nursing Outcomes Clasification

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

LANDASAN TEORI A.     MEDIS 1.       Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan lu...