Wikipedia

Search results

Translate

30 January 2016

Laporan Pendahuluan HORDEOLUM INTERNUM



HORDEOLUM INTERNUM 



I.   Pengertian
Mata  merupakan bagian dari panca indra yang fungsinya sangat penting sekali. Tanpa indra penglihatan ini kita tidak bisa membedakan gelap dan terang, tidak bisa melihat keindahan alam semesta ini. Lewat mata kita juga bisa menilai seseorang apakah lagi sedih atau gembira, sedang berbohong atau jujur. Mengingat begitu pentingnya organ ini, maka bila terjadi kelainan atau terjadi suatu penyakit pada organ ini akan mengganggu fungsinya. Begitu banyak penyakit yang bisa terjadi pada mata baik di kelopak mata maupun di dalam bola mata itu sendiri. Salah satu penyakit yang sering terjadi pada kelopak mata disebut dengan hordeolum.

Hordeolum adalah salah satu penyakit infeksi yang biasanya disebabkan oleh bakteri stapilokokus dan biasanya menyerang kelenjar kelopak mata. Hordeolum dapat dibedakan menjadi dua yaitu hordeolum internum dan hordeolum eksternum. Hordeolum internum terjadi apabila yang terkena kelenjar yang lebih dalam dengan bengkaknya agak besar dan mengarah ke konjungtiva. Hordeolum eksternum terjadi apabila yang terkena kelenjar zeis dan moll dan pembengkakannya mengarah ke kulit palpebra.

II.   Anatomi Mata
1.   Struktur mata tambahan
Mata dilindungi dari kotoran dan benda asing oleh alis, bulu mata dan kelopak mata. Konjungtiva adalah suatu membran tipis yang melapisi kelopak mata (konjungtiva palpebra), kecuali darah pupil. Konjungtiva palpebra melipat kedalam dan menyatu dengan konjungtiva bulbar membentuk kantung yang disebut sakus konjungtiva. Walaupun konjungtiva transparan, bagian palpebra tampak merah muda karena pantulan dari pembuluh – pembuluh darah yang ada didalamnya, pembuluh – pembuluh darah kecil dapat dari konjungtiva bulbar diatas sklera mata. Konjungtiva melindungi mata dan mencegah mata dari kekeringan. Kelenjar lakrimalis teletak pada sebelah atas dan lateral dari bola mata. Kelenjar lakrimalis mengsekresi cairan lakrimalis. Air mata berguna untuk membasahi dan melembabkan kornea, kelebihan sekresi akan dialirkan ke kantung lakrimalis yang terletak pada sisi hidung dekat mata dan melalui duktus nasolakrimalis untuk kehidung.

2.   Bola Mata
Bola mata disusun oleh tiga lapisan, yaitu : sklera, koroid, dan retina. Lapisan terluar yang kencang atau sklera tampak putih gelap dan ada yang bening yaitu pada bagian iris dan pupil yang membantuk kornea. Lapisan tengan yaitu koroid mengandung pembuluh – pembuluh darah yang arteriolnya masu kedalam badan siliar yang menempel pada ligamen suspensori dan iris. Lapisan terdalam adalah retina yang tidak mempunyai bagian anterior mengandung reseptor cahaya (fotoreseptor) yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Reseptor cahaya melakukan synap dengan saraf - saraf bipolar diretina dan kemudian dengan saraf – saraf ganglion diteruskan keserabut saraf optikus. Sel kerucut lebih sedikit dibanding sel batang. Sel kerucut dapat ditemukan di dekat pusat retina dan diperkirakan menjadi reseptor terhadap cahaya terang dan penglihatan warna. Sel – sel batang ditemukan banyak pada daerah perifer retina yang merupakan reseptor terhadap gelap atau penglihatan malam. Sel – sel batang mengandung rhodopsin yaitu suatu protein fotosintetif yang cepat berkurang dalam cahaya terang. Regenerasi rhodopsin bersifat lambat tergantung pada tersedianya vitamin A, mata memerlukan waktu untuk beradaptasi dari terang ke gelap. Defisiensi vitamin A mempengaruhi kemampuan melihat dimalam hari.

3.   Ruangan pada mata
Bagian dalam bola mata terdiri dari 2 rongga : anterior dan posterior. Rongga anterior teletak didepan lensa, selanjutnya dibagi lagi kedalam dua ruang ; ruang anterior (antara kornea dan iris) dan ruang posterior (antara iris dan lensa). Rongga anterior berisi cairan bening yang dinamakan humor aqueous yang diproduksi dalam badan ciliary, mengalir kedalam ruang posterior melewati pupil masuk keruang anterior dan dikeluarkan melalui saluran schelmm yang menghubungkan iris dan kornea (sudut ruang anterior)

4.   Iris dan lensa
Iris adalah berwarna, membran membentuk cairan ( bundar ) mengandung dilator involunter dan otot – otot spingter yang mengatur ukuran pupil. Pupil adalah ruangan ditengah – tengah iris, ukuran pupil bervariasi dalam merespon intensitas cahaya dan memfokuskan objek (akomodasi) untuk memperjelas penglihatan, pupil mengecil jika cahaya terang atau untuk penglihatan dekat. Lensa mata merupakan suatu kristal, berbentuk bikonfek (cembung) bening, terletak dibelakang iris, terbagi kedalam ruang anterior dan posterior. Lensatersusun dari sel – sel epitel yang dibungkus oleh membrab elastis, ketebalannya dapat berubah – ubah menjadi lensa cembung bila refraksi lebih besar.

5.   Otot – otot mata
Otot – otot mata terdiri dari dua tipe; ekstrinsik dan intrinsik. Otot – otot intrinsi bersifat volunter (dibawah sadar), diluar bola mata yang mengontrol pergerakan diluar mata. Otot – otot intrinsik bersifat involunter (tidak disadari) berada dalam badan ciliary yang mengontrol ketebalan dan ketipisan lensa, iris dan ukuran pupil.

6.   Sudut filtrasi
Sudut filtrasi ini terdapat didalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descemet dan membran bowman lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian kedalam mengelilingi kanal schelmm dan trabekula sampai ke COA. Akhir dari membran descemet disebut garis schwalbe. Limbus terdiri dari 2 lapisan epitel dan stroma. Epitelnya dua kali setebal epitel kornea. Didalam stromanya terdapat serat – serat saraf dan cabang akhir dari A. siliaris anterior.

Bagian terpenting dari sudut foltrasi adalah trabekula, yang terdiri dari :
·   Trabekula korneoskeral, serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea dan menuju kebelakang, mengelilingi kanal schelmm untuk berinsersi pada sklera.
·   Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke skleralspur (insersi dari m. siliarir) dan sebagian ke m. siliaris meridional.
·   serabut berasal dari akhir membran descemet (garis schwalbe), menuju kejaringan pengikat mata siliaris radialis dan sirkularis.
·   Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula. Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis, dan seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada darah dalam canal schelmm, dapat terlihat dari luar.

III.   Fisiologi Penglihatan
·   Cahaya masuk ke mata dan di belokkan (refraksi) ketika melalui kornea dan struktur-struktur lain dari mata (kornea, humor aqueous, lensa, humor vitreous) yang mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina, hal ini disebut kesalahan refraksi.

·   Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Pemglihatan dekat memerlukan kontraksi dari badan ciliary, yang bisa memendekkan jarak antara kedua sisi badan ciliary yang diikuti dengan relaksasi ligamen pada lensa. Lensa menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina. Penglihatan yang terus menerus dapat menimbulkan ketegangan mata karena kontraksi yang menetap (konstan) dari otot-otot ciliary. Hal ini dapat dikurangi dengan seringnya mengganti jarak antara objek dengan mata. Akomodasi juga dinbantu dengan perubahan ukuran pupil. Penglihatan dekat, iris akan mengecilkan pupil agar cahaya lebih kuat melelui lensa yang tebal.

·   Cahaya diterima oleh fotoreseptor pada retina dan dirubah menjadi aktivitas listrik diteruskan ke kortek. Serabut-serabut saraf optikus terbagi di optik chiasma (persilangan saraf mata kanan dan kiri), bagian medial dari masing-masing saraf bersilangan pada sisi yang berlawanan dan impuls diteruskan ke korteks visual.

·   Tekanan dalam bola mata (intra occular pressure / IOP)
Tekanan dalam bola mata dipertahankan oleh keseimbangan antara produksi dan pengaliran dari humor aqueous. Pengaliran dapat dihambat oleh bendungan pada jaringan trabekula (yang menyaring humor aquoeus ketika masuk kesaluran schellem) atau dfengan meningkatnya tekanan pada vena-vena sekitar sclera yang bermuara kesaluran schellem. Sedikit humor aqueous dapat maengalir keruang otot-otot ciliary kemudian ke ruang suprakoroid. Pemasukan kesaluran schellem dapat dihambat oleh iris. Sistem pertahanan katup (Valsava manuefer) dapat meningkatkan tekanan vena. Meningkatkan tekanan vena sekitar sklera memungkinkan berkurangnya humor aquoeus yang mengalir sehingga dapat meningkatkan IOP. Kadang-kadang meningkatnya IOP dapat terjadi karena stress emosional.

IV.   Etiologi
Kebanyakan hordeolum disebabkan infeksi stafilokok, biasanya Staphylococcus aureus. Dapat dicetuskan oleh :
·         Stress
·         Nutrisi yang jelek
·         Penggunaan pisau cukur yang sama untuk mencukur rambut disekitar mata dan kumis atau tempat lain.
Infeksi ini mudah menyebar, sehingga diperlukan pencegahan terutama mengenai kebersihan individual. Yaitu dengan tidak menyentuh mata yang terinfeksi, pemakaian kosmetik bersama-sama, pemakaian handuk dan washcloth bersama-sama.

V.   Patofisiologi
·         Pembentukan nanah terdapat dalam lumen kelenjar
·         Bisa mengenai kelenjar Meibom, Zeis, dan Moll
·         Apabila mengenai kelenjar Meibom, pembengkakan agak besar, disebut hordeolum internum.
·         Penonjolan pada hordeolum ini mengarah ke kulit kelopak mata atau ke arah konjungtiva. Kalau yang terkena kelenjar Zeis dan Moll, penonjolan ke arah kulit palpebra, disebut hordeolum eksternum.

VI.   Diagram
Kelenjar
 

Pembentukan nanah


 



Kelenjar Meibom        kelenjar zeis                 kelenjar Moll


 


              Hordeolum internum
VII.   Klasifikasi
·         Hordeolum internum
Bila terjadi infeksi di kelenjar Meibom, timbul pembengkakan besar. Hordeolum interna dapat memecah ke arah kulit atau ke permukaan konjungtiva.
·         Hordeolum eksternum
Terjadi infeksi di kelenjar Zeis atau Moll, sifatnya lebih kecil dan lebih superfisial. Hordeolum eksterna selalu pecah ke arah kulit.

VIII.   Tanda dan gejala
1.      gejala :
·         pembengkakan
·         rasa nyeri pada kelopak mata
·         perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata
·         riwayat penyakit yang sama.
2.      tanda :
·         eritema
·         edema
·         nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata
·         seperti gambaran abscess kecil
·          
IX.   Diagnostik
inspeksi dan palpasi tutup mengungkapkan daerah yang terkena peradangan lokal menular dengan pembengkakan, hangat, kemerahan dan nyeri di Tarsus. lesi mungkin menunjukkan ke arah permukaan tutup atau terhadap konjungtiva palpebral. awal dan program dari hordeolum internal biasanya lebih lama daripada sebuah hordeolum eksternal. hordeolum internal mungkin merupakan perpanjangan infeksi dari situs utama dan sering dikaitkan dengan dengan kondisi yang sudah ada seperti blepharitis jika tidak ditangani secara memadai sebuah hordeolum internal dapat memperpanjang ke jaringan sekitarnya menyebabkan selulitis preseptal atau orbit selulitis


X.   Penatalaksanaan
1.   umum :
biasanya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5 – 7 hari :
a.       Kompres hangat 4 – 6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya,untuk membantu drainase lakukan dengan mata tertutup.
b.      Bersihkan kelopak mata dengan air bersih, sabun, atau shampo yang tidak menimbulkan iritasi seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses penyembuhan, lakukan dengan mata tertutup.
c.       Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infesi yang lebih serius.
d.      Hindari pemakaian make up pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi penyebab infeksi, jangan memakai lensa kontak karena dapat meynebarkan infeksi ke kornea
2.   obat :
antibiotik di indikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan, dan proses bila proses peradangan menyebar ke sekitar aerah hordeolum.
a.       antibiotik topical
bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 7 – 10 hari dapat juga diberikan eritromicin salep mata untuk kasus hordeolum eksterna dan hordeolum interna ringan.
b.      antibiotik sistemik
diberikan bila terdapat tanda – tanda bakterimia atau terdapat tanda pembesaran kelenjar limfa di preauricular. Pada kasus hordeolum internum dengan kasus yang sedang dan berat, dapat diberikan chephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari. Bila alergi penicilin atau cephalosporin dapat diberikan clindamycin 300 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari

XI.   Pengkajian
1.   Keluhan
2.   Riwayat penyakit sekarang
3.   Riwayat penyakit dahulu
4.   Riwayat penyakit keluarga
5.   Pemeriksaan fisik
6.   Perhatian khusus pada mata, pakah terjadi  :
·   pembengkakan
·   rasa nyeri pada kelopak mata
·   perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata
·   riwayat penyakit yang sama
·   eritema
·   edema
·   nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata
·   seperti gambaran abscess kecil

XII.   Diagnosa keperawatan
       1.  Gangguan penglihatan berhubungan dengan bengkak.
       2.  Gangguan ketidaknyamanan berhubungan dengan benjolan pada kelopak mata.
       3.  Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan mengucek mata

Laporan Pendahuluan Asfiksia



ASFIKSIA

A.  PENGERTIAN
Afiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)

Afiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)

B.  JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
  1. Asfiksia livida (biru)
  2. Asfiksia pallida (putih)
C.  KLASIFIKASI ASFIKSIA
  1. Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
  2. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
  3. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
  4. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
  5. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
D.  ETIOLOGI
1.    Penyebab asfiksia Stright (2004)
a.    Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
b.    Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
c.    Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
d.   Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
e.    Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.

E.  MANIFESTASI KLINIK
1.    Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a.    jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b.    Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c.    Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2.    Pada bayi setelah lahir
a.    Bayi pucat dan kebiru-biruan
b.    Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c.    Hipoksia
d.   Asidosis metabolik atau respiratori
e.    Perubahan fungsi jantung
f.     Kegagalan sistem multiorgan
g.    Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologic kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

F.   PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.

Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

G. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala Asfiksia neonatorum yang khas meliputi:
a.        Pernafasan terganggu.
b.       Detik jantung berkurang.
c.        Reflek / respon bayi melemah.
d.       Tonus otot menurun.
e.        Warna kulit biru atau pucat.

H.  KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1.    Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2.    Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3.    Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4.    Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

I.     PENATALAKSANAAN
1.    Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan (hangatkan) dengan menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering.
2.    Bebaskan jalan nafas : atur posisi-isap lendir
Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hati dan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat dilakukan dengan :
a.    Extensi kepala dan leher sedikit lebih rendah dari tubuh bayi.
b.    Hisap lendir/cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari cairan ketuban, mekonium/lendir dan darah menggunakan penghisap lendir DeLee.
3.    Rangsangan taktil
Bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisap lendir/cairan ketuban dari mulut dan hidung yang pada dasrnya merupakan tindakan rangsangan belum cukup untuk menimbulkan pernafasan yang adekuat pada bayi baru lahir dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul. Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil yaitu :
Menepuk atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang ringan.
4.    Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh , tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan taktil, tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil atau menggosok. Prosedur ini tidak dilakukan pada bayi-bayi dengan apnu, hanya dilakukan pada bayi-bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan frekuensi dan dalamnya pernafasan.


ASUHAN KEPERWATAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA

A.  PENGKAJIAN
1.    Sirkulasi
a.    Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
b.    Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
c.    Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
d.   Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2.    Eliminasi
a.    Dapat berkemih saat lahir.
b.    Makanan/cairan
c.    Berat badan : 2500-4000 gram
d.   Panjang badan : 44-45 cm
e.    Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

3.    Neurosensori
a.    Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b.    Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
c.    Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)

4.    Pernafasan
a.    Skor APGAR : 1 menit-5 menit skor optimal harus antara 7-10.
b.    Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c.    Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
5.    Keamanan
Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (missal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

B.  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.    PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
2.    Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
3.    Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.

C.  PRIORITAS KEPERAWATAN
1.    Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.
2.    Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.
3.    Mencegah cidera atau komplikasi.
4.    Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.

D.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2.    Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3.    Resiko terjadinya hipotermia b.d penyesuaian suhu tubuh dengan lingkungan
4.    Resiko terjadinya infeksi b.d luka terbuka
5.    Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.



DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta :
Media Aesculapius.
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika.
Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC
Mochtar. R. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Saifudin. A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC
terdapat pada http: www. Freewebs.comasfiksia pola cidera asfiksia.htm
(1 Juni 2008)

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

LANDASAN TEORI A.     MEDIS 1.       Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan lu...