Wikipedia

Search results

Translate

24 March 2016

LAPORAN PENDAHULUAN MORBILI



LANDASAN TEORI

I. PENGERTIAN
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik ( Ilmu Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. FKUI ).
Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi ( Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000)
II. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus.
III. EPIDEMOLOGI
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita menderita morbili ketika sang ibu hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus bila sang ibu menderita morbili pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.



IV. PATOFISIOLOGI
Penularan terjadi secara droplet dan kontak virus melalui saluran pernapasan dan masuk ke sistem retikula endotholial berkembeng biak dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh.hal tersebut akan menimbulkan gejala saluran pernapasan ,saluran pencernaan. Konjungtiva dan disusul dengan gejala patoknomi berupa percah konflik dan ruam kulit. Antibiotik yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan retrolisasi virus dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi saluler juga ikut berperan dalam eliminasi virus.
V. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium
1. Stadium kataral (prodormal)
Stadium prodormal berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh demam ringan hingga sedang, batuk kering ringan, coryza, fotofobia dan konjungtivitis. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa  berhadapan dengan molar dibawah, tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan pipi. Meski jarang, mereka dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir bawah, langit-langit dan karankula lakrimalis. Bercak tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam. Kadang-kadang stadium prodormal bersifat berat karena diiringi demam tinggi mendadak disertai kejang-kejang dan pneumoni. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia.
2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema / titik merah dipalatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula papula disertai dengan menaiknya suhu tubuh. Eritema timbul dibelakang telinga dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan primer pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula dan didaerah leher belakang. Juga terdapat sedikit splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “Black Measles” yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi
Komplikasi
v  Otitis media akut
v  Pneumonia / bronkopneumoni
v  Encefalitis
v  Bronkiolitis
v  Laringitis obstruksi dan laringotrakeaitis
Pencegahan
1. Imunusasi aktif
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersbut membawa perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu.
2. Imunusasi pasif
Imunusasi pasif dengan serum oarng dewasa yang dikumpulkan, serum stadium penyembuhan yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang dikumpulkan dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan campak. Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.
Pengobatan
Terdapat indikasi pemberian obat sedatif, antipiretik untuk mengatasi demam tinggi. Istirahat ditempat tidur dan pemasukan cairan yang adekuat. Mungkin diperlukan humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu dan lebih baik mempertahanakan suhu ruangan yang hangat.
Pemeriksaan Diagnostik
  • Pemeriksaan Fisik
  • Pemeriksaan Darah
Penetalaksanaan Teraupetik
  • Pemberian vitamin A
  • Istirahat baring selama suhu meningkat, pemberian antipiretik
  • Pemberian antibiotik pada anak-anak yang beresiko tinggi
  • Pemberian obat batuk dan sedativum
ASUHAN KEPERWATAN
I. Pengkajian
A. Identitas diri :
B. Riwayat Imunisasi
C. Kontak dengan orang yang terinfeksi
D. Pemeriksaan Fisik :
1) Mata    : terdapat konjungtivitis, fotophobia
1)      Kepala : sakit kepala
2)      Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung           (pada stad eripsi ).
3)      Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
4)      Kulit : Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada leher,                  muka, lengan dan kaki (pada stad. Konvalensi), evitema, panas (demam).
5)      Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi, sputum
6)      Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
7)      Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
8)      Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan
E. Keadaan Umum : Kesadaran, tanda vital
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien Morbili adalah
    1. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen
    2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya batuk
    3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya rash
    4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
    5. Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan isolasi dari kelompok sebaya

III. Perencanaan
  1. Perluasan infeksi tidak terjadi
  2. Anak menunjukkan tanda-tanda pola nafas efektif
  3. Anak dapat mempertahankan integritas kulit
  4. Anak menunjukan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan nutrisi
  5. Anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan selama menjalani isolasi dari teman sebaya atau anggota keluarga.
IV. Implementasi
1. Mencegah peluasan infeksi
Ø  Tempatkan anak pada ruangan khusus
Ø   Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit
Ø   Gunakan prosedur perlindugan infeksi jika melakukan kontak dengan anak
Ø  Mempertahankan istirahat selama periode prodromal (kataral)
Ø   Berikan antibiotik sesuai dengan order
2. Mempertahankan pola nafas yang efektif
Ø  Mengkaji ulang status pernafasan (irama, kedalaman, suara nafas, penggunaan otot bantu pernafasan, bernafas melalui mulut)
Ø   Mengkaji ulang tanda-tanda vital (denyut nadi, irama, dan frekuensi)
Ø   Memberikan posisi tempat tidur semi fowler / fowler
Ø   Membantu klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan kemampaunnya
Ø   Menganjurkan anak untuk banyak minum
Ø  Memberikan oksigen sesuai dengan indikasi
Ø   Memberikan obat-obatan yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti Bronkodilator, antikolenergik, dan anti peradangan)
3. Mempertahankan integritas kulit
Ø  Mempertahankan kuku anak tetap pendek, menjelaskan kepada anak untuk tidak menggaruk rash
Ø   Memberikan obat antipruritus topikal, dan anestesi topikal
Ø   Memberikan antihistamin sesuai order dan memonitor efek sampingnya
Ø   Memandikan klien dengan menggunakan sabun yang lembut untuk mencegah infeksi
Ø   Jika terdapat fotofobia, gunakan bola lampu yang tidak terlalu terang di kamar klien
Ø   Memeriksa kornea mata terhadap kemungkinan ulserasi
4. Mempertahankan kebutuhan nutrisi
Ø  Kaji ketidakmampuan anak untuk makan  
Ø   Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki status gizi pada saat selera makan anak meningkat.
Ø   Berikan makanan yang disertai dengan supleman nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
Ø   Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral jika kebutuhan nutrisi melalui oral tidak mencukupi kebutuhan gizi anak
Ø   Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar lengan, membran mukosa)
Ø   Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering
Ø  Timbang berat badan anak setiap hari
5. Mempertahankan kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan
Ø  Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, keterampilan tangan, nonton televisi)
Ø   Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulasi yang bervariasi bagi anak
Ø   Melibatkan anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih aktivitas yang diinginkan
Ø   Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika memungkinkan
V. Perencanaan Pemulangan
o   Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, efek samping
o   Melakukan imunisasi jika imunisasi belum lengkap sesuai dengan prosedur
o   Menekankan pentingnya kontrol ulang sesuai jadwal
o   Informasikan jika terdapat tanda-tanda terjadinya kekambuhan

DAFTAR PUSTAKA
  1. Ilmu Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. FKUI
  2. Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA KAPITIS



TRAUMA CAPITIS

I.                   PENGERTIAN
Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur 45 tahun dan merupakan penyebab kematian no. 4. pada seluruh populasi lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab cedera kepala pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya. 75.000 orang meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanen (York, 2000).
Trauma kepala merupakan salah satu penyakit neurologi utama angka kejadian kepala berkisar antara 132 sampai 367 per 100.000 penduduk. Kelompok populasi berusia 15 sampai 24 tahun dan diatas 60 tahun merupakan kelompok dengan resiko tertinggi. Frekuensi kejadian cedera kepala pada laki-laki dan perempuan adalah 2–2, 8:1 (Hufman, dkk, 1996, York, 2000).
Trauma kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan intestiri dan tidak menganggu jaringan otak (Brunner & Suddarth, 2000).

Tipe-tipe trauma:
  1. Trauma Kepala Terbuka
Fraktur linier daerah temporal menyebabkan perdarahan epidural, fraktur fosa anterior dari hidung dan hematom fraktur longitudinal. Menyebabkan kerusakan meatus auditorius interna dan tuba eustachius.
  1. Trauma Kepala Tertutup
a.                Comosio Cerebri/gegar otak
Yaitu trauma kapitis ringan, pingsan ± 10 menit, pusing dapat menyebabkan kerusakan struktur otak.
b.               Contusio/memar
Yaitu pendarahan kecil dijaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler dapat menyebabkan edema otak dan peningkatan TIK.
  1. Pendarahan Intrakranial
Dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

II.                ANATOMI DAN FISIOLOGI YANG TERKAIT

OTAK
            Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak didalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.

BAGIAN-BAGIAN OTAK
1.                  Serebrum (otak besar), merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-masing disebut Fusa Kranialis anterior atas dan Fosa Kranialis media.
Otak besar ditemukan beberapa lobus, yaitu :
1)      Lobus frontalis            : perilaku, gerakan
2)      Lobus parietalis           : rasa/sensori (bahasa)
3)      Lobus temporalis         : penglihatan
4)      Lobus oksipitalis         : memori dan pendengaran
2.                  Batang Otak (Traankus Serebri).Diensefalon keatas berhubungan desebrum dan medula oblangata kebawah dengan medula spinasis.Serebrum melekat pada batang otak di bagian medula oblongata, pons varoli dan mese sepalon .
3.                  Serebelum (otak kecil) T erletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak disahkan dengan serebrum oleh fisura tranversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medula oblongata.

III.             ETIOLOGI / PENYEBAB
Cidera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
  1. Benda tajam
Trauma benda tajam dapat menyebabkan cidera setempat.
  1. Benda tumpul
Dapat menyebabkan cidera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak.


Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :
v   Lokasi
v   Kekuatan
v   Fraktur infeksi/kompresi
v   Rotasi
v   Delarasi dan deselarasi
Mekanisme cidera kepala
1.              Ekselerasi
Ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam.
Contoh : akibat pukulan lemparan.
2.              Deselerasi
Akibat kepala membentur benda yang tidak bergerak.
Contoh : kepala membentur aspal.
3.              Deforinitas
Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagian tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.
Berdasarkan berat ringannya :
1)      Cidera kepala ringan           G C S : 13 – 15
2)      Cidera kepala sedang          G C S : 9 – 12
3)      Cidera kepala berat             G C S : 3 – 8
Penyebab terbesar cedera kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor.jatuh dan terpeleset.Biomekanika cedera kepala ringan yang utama adalah akibat efek ekselarasi/deselerasi atau rotasi dan putaran. Efek ekselerasi/deselerasi akan menyebabkan kontusi jaringan otak akibat benturan dengan tulang tengkorak, terutama di bagian frontal dan frontal temperol. Gaya benturan yag menyebar dapat menyebabkan cedera aksonal difus (diffuse axonal injury) atau cedera coup-contra.coup (hoffman,dkk,1996).



IV.             PATOFISIOLOGI

Trauma Kepala


Cidera jaringan Otak


Rusaknya sawar                            Vasodilitasi &
   Batang Otak                               Edema Otak


                                                                                                Peningkatan TIK → Hernia
              ↑ PCO2
              ↓ PH                                                                             Penurunan Aliran Darah
              ↓ PO2                                                                                               
                                                                                                   Ischemia jaringan Otak
                                                                                                             (hipoksia)


 
                                                                                                              Sel  mati
                                                                                                           
V.                TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala cidera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama:
1.      Tanda dan gejala fisik/sumatik
          Nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus.
2.      Tanda dan gejala kognitif
Gangguan memori, gangguan perhatian dan berpikir kompleks.
3.      Tanda dan gejala emosional/kepribadian
Kecemasan, iritabilitas.
                                                                                    (Hoffman, dkk, 1996)
Gambaran klinis secara umum pada Trauma Kapitis :
  • Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran .
  • Pola pernapasan secara progresif menjadi abnormal.
  • Respon pupil mungkin lenyap .
  • Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan TIK.
  • Dapat timbul mual muntah akibat peningkatan tekanan intrakrania.
  • Perubahan perilaku kognitif dan perubahan Fisik pada berbicara  & gemotorik dapat timbul segera atau secara lambat. 

VI.             KOMPLIKASI
Komplikasi pada Trauma Kapitis :
1.              Kebocoran cairan Serebrospinal
Akibat fraktor pada Fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktor tengkorak bagian petrous dari tulang temporol.
2.              Kejang
Kejang pasca trauma dapat terjadi secara (dalam 24 jam pertama) dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
3.              Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatik pada rangkai hipofisis menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik.

VII.          PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.               Scan – CT                                             : Mengidentifikasi adanya SOL.Hemorogi, menentukan Ukuran ventrikel, pergeseraan cairan otak.       
b.              MRI                                                      : Sama dengan Scan –CT dengan atau tanpa kontras.
c.               Angiografi Serebral                               : Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti  pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
d.              EEG                                                      : Memperlihatkan keberadaan atau perkembangan gelombang         
e.               Sinar X                                                  : Mendeteksi adanya perubahan struktur  tulang (Fraktor) pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan) edema dan adanya frakmen tulang.
f.               BAER (Brain Auditory Evoked)          : Menentukan fungsi dari kortel dan batang otak .
g.              PET (Positron Emission Tomografi): Menunjukkan aktiitas metabolisme pada otak.
h.              Pungsi Lombal CSS                              : Dapat menduga adanya perdarahan subarachnoi.
i.                GDA (Gas Darah Arteri)                      : Mengetahui adanya masalah ventilasi oksigenasi yang dapat menimbulkan
j.                Kimia/Elektrolit Darah                          : Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK/perubahan
k.              Pemeriksaan Toksikolog                       : Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
l.                Kaular Anti Konvulsan Darah              : Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat yang cukup efektif untuk  

VIII.       PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder dapat disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi maupun hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Turner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada penderita cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :
  • Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
  • Stabilisasi vertebra servikalis pada semua kasus trauma
  • Berikan oksigenasi
  • Awasi tekanan darah
  • Kenali tanda-tanda shock akibat hipovolemik atau neurogenik
  • Atasi shock
  • Awasi kemungkinan munculnya kejang
Penggunaan obat neuroprotektan merupakan pendekatan yang logis dalam terapi cedera kepala traumatik, walaupun bukti kliniknya masih terbatas (Teasdale, 1997, Turner, 2000).

IX.             PENGKAJIAN KEPARAWATAN
Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
1.              Aktivitas/Istirahat
Gejala      : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda      : Perubahan kesadaran, letargi, Hemiparase, quadreplegia, Ataksia cara
                  berjalan tidak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma)
    ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.
2.              Sirkulasi
Gejala      : Perubahan tekanan darah atau normal (hiper), Perubahan frekuensi
    Jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia
    disritmia).
3.              Integritas Ego
Gejala      : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda      : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitas, binggung dan depresi.
4.              Eliminasi
Gejala      : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5.              Makanan/Cairan
Gejala      : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda      : Muntah, gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
6.              Neurosensori
Gejala      : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
                            Sinkope, tunitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
    ekstremitas.
                            Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
                            kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.
                            Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda      : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
                  (orientasi, pemecahan masalah, memar), perubahan pupil
    (respons terhadap cahaya, simetri).
  Kehilangan pengindraan seperti pengecapan, penciuman, wajah tidak
  Simetri, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam
  menentukan posisi tubuh.
7.              Nyeri/Kenyamanan
Gejala      : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama
Tanda      : Wajah menyeringai, respons pada rangsangan nyeri yang hebat,
           
8.              Pernafasan
Tanda      : Perubahan pada nafas (yang diselingi oleh hiperventilasi),
                            Nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengipositif (kemungkinan
                            Karena aspirasi).
9.              Keamanan
Gejala      : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda      : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan kognitif, gangguan
                  Rentang gerak dan demam.
10.          Interaksi Sosial
Tanda      : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
                  Disartria, aromia.

X.                DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Diagnosa keperawatan
Dapat dihubungkan dengan
:
:
Perubahan perfusi jaringan serebral
Penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma), edema serebral (respons lokal atau umum pada cedera), perubahan metabolik, (takar lajak obat/alkohol), penurunan TD sistematik/hipoksia (hipovolemia, distritmia jantung).
2.
Diagnosa keperawatan

Faktor resiko meliputi

:

:
Resiko tinggi terhadap ketidak efektifan pola nafas.
-     Kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak).
-     Kerusakan persepsi atau kognitif.
-     Obstruksi trakeobvankial.
3.
Diagnosa keperawatan
Dapat dihubungkan dengan
:
:
Perubahan proses pikir.
Perubahan fisiologis, konflik psikologis.
4.
Diagnosa keperawatan
Dapat dihubungkan dengan
:
:
Kerusakan mobilitas fisik.
-     Kerusakan persepsi atau kognitif.
-     Penurunan kekuatan/tahanan.
-     Terapi pembatasan/kewaspadaan, keamanan.
5.
Diagnosa keperawatan
Dapat dihubungkan dengan
:
:
Resiko tinggi terhadap infeksi
Trauma/kecelakaan, pembedahan, penggunaan pipa invasif, masa posipartum.
6.
Diagnosa keperawatan
Dapat dihubungkan dengan
:
:
Nyeri
Trauma neurologis, metastase, perubahan fungsi tubuh.


DAFTAR PUSTAKA


-              Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
-              Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.
-              Marlyn E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

LANDASAN TEORI A.     MEDIS 1.       Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan lu...